Minggu, 22 Juli 2012

Guyon Cak Nun di Serambi Masjid Klaten (22 Februari 2012)

Kami datang jam 20.30 WIB, dan seperti layaknya acara di Indonesia…acara belum mulai, masih sambutan2. Tetapi serambi sudah sangat penuh oleh jamaah. Akhirnya jam 21 kurang sedikit, cak Nun dan kyai Kanjeng naik ke panggung. Agak beda, kumis cak Nun sudah berbaur dengan warna keperakan. Uban. Ya, karena terakhir aku mendatangi acara Maiyahan cak Nun sekitar tahun 2005 an. Kalau di ADi TV sih sering.

Tapi kumis dan rambut yang mulai memutih itu, seolah berkata padaku “Bahkan tokoh yang kau kagumi dan sayangi pun akan berpulang dan kembali ke asalnya”. Ehem, bicara biologi sedikit, sebenarnya rambut manusia asalnya adalah putih. Pigmen melanin lah yang mengubahnya jadi berwarna gelap. Maka, ketika usia sudah mulai senja, melanin berkurang, dan warna rambut manusia tak bisa lagi ditipu. Cak Nun juga manusia, bukan?

Menolak Segala Bentuk Kekerasan?

Pertama kali yang disampaikan cak Nun, tentunya setelah Al Fatihah dan sholawat, adalah mengomentari tema dan judul yang tertera pada backdrop. Satu, Tabligh Nusantara. Cak Nun guyon pada panitia, ” Iki kalimat maksude opo?” Tabligh kok Nusantara. Lha kalau misal Kerbau Hitam jelas. Kerbau itu kata benda, hitam itu mensifati kerbau. Lha kalau Tabligh itu kata benda, nusantara itu “apa”-nya? (Hehe kursus editor dari master penulis karya puisi, essai, teater dan musisi…gratis lagi. Menunjang profesionalitas ke-editoranku).

Kata cak Nun lagi, ” Kok aku sering mendengar kata Nusantara, tetapi jarang mendengar Indonesia ya..? Pada mau mendirikan negara Nusantara apa? Tidak bangga sama Indonesianya…hmm mungkin ini saking bingungnya pada kondisi Indonesia ya, trus pada mencari pengalihan.”

Dua, tentang kalimat Menolak segala bentuk Kekerasan. Dengan logat Jogja yang kedjombang-djombangan, bapak kandung Noe “Letto” ini guyon lagi..”Lha kalo menolak segala bentuk kekerasan Ra ono sing metheng kowe (Tidak ada yang hamil nanti kamu). :-) Daging itu sifatnya lembek, tulang itu keras, lha kalo yang “itu” bisa keras bisa lembek. Nah kalau menolak semua bentuk kekerasan…mana bisa hamil kamu. Wkwkwkwkw, bener juga ya.

 Istilah kekerasan yang sering didengung-dengungkan saat ini dikatakannya salah kaprah. Asal katanya berasal dari bahasa Inggris ” Violence ” yang lebih tepat jika diterjemahkan sebagai “kekejaman” . Kalau dikatakan menolak segala bentuk kekerasan, pria asli Djombang ini tidak setuju. Karena menurutnya keras itu perlu, sangat perlu bahkan…asal berada pada tempatnya. “Lha nek anakmu ndughang sirahmu opo  yo arep klemah klemeh wae? Yo ora, diseneni ora popo!” (Kalau anakmu menjejak kepalamu, mas ya akan letoy aja_susah cari terjenah bahasa jawa yang kaya ini. Dimarahi tidak apa-apa!)

Kekerasan, imbuh Emha lagi, ada tingkatannya sendiri-sendiri. Kekerasan fisik, kekerasan terhadap harga diri, dan kekerasan terhadap martabat. Kekerasan fisik itu justru tingkatnya paling ringan. Coba, pilih mana ditampar pipimu atau diludahi lalu diumpat-umpat (Saiki lara endhi, dikampleng raimu opo diidhoni karo dipisuhi?!). Pasti lebih sakit jika dipisuhi. Sakit fisik bisa cepat hilang, tapi kekerasan yang melukai hati, sulit sembuhnya. Kekerasan yang lebih tinggi adalah kekerasan martabat. Misal kamu seorang istri yang dinikahi dengan akad cinta, tetapi di depan umum diumumkan sama suamimu kamu bukan istrinya. Sakit tidak? Pasti sangat lebih sakit daripada ditampar. Jadi kekerasan (dalam konteks violoence) itu terjadi jika perbuatan dikerjakan tidak berada di tempatnya. Lebih bersifat ruhaniyah. Keras itu perlu jika pada tempatnya.

Menanggapi pertanyaan seorang jamaah tentang tema kekerasan tersebut , suami Novia Kolopaking ini menjawab bahwa ada upaya-upaya dari luar yang ingin agar rakyat Indonesia terpecah pecah. Mereka TAKUT jika rakyat ini bersatu. Karena Indonesia itu unik, beragam, dan jika bisa tetap rukun dan bersatu….TIDAK ADA YANG BISA MENGALAHKANNYA! Gemuruh tepuk tangan mengiringi teriakan lantang cak Nun.

Julukan tepat untuk Para Koruptor

Ada tebakan edukatif gaya fabel dari pimpinan pengajian Padhang Mbulan ini. “Orang sering melambangkan kalau koruptor itu seperti tikus. Menurut saya tidak tepat. Sifat tikus itu memang suka mencuri, tetapi dia tidak hidup di dalam habitat kita. Ia di luar. Padahal koruptor hidup di tengah-tengah kita. Nah, kalau misal koruptor dinisbahkan dengan kucing. Hmm. gak cocok…senengen kalau kucing. Sifat kucing memang  mau mencuri tetapi imejnya kucing masih bagus, binatang lembut, peliharaan, kalau sudah diberi makan tidak lagi mencuri. Padahal koruptor sudah dikasi makan, anggaran, tunjangan, fasilitas, mobil dinas, masiiih aja nyolong. Nah kalu misal diibaratkan anjing (cak Nun lebih mantap kalau menyebut kata “Asu” daripada Anjing), tidak cocok juga. Anjing itu memiliki sifat setia pada manusia. Itu kelebihan anjing. Anjing tidak mau mencuri, karena ia setia. Lha terus koruptor apa sebutannya?

Berarti dia manusia yang lebih tercela dari Asu, lha wong jadi Asu saja tidak lulus, nggak bisa setia. Berarti juga koruptor itu lebih rendah derajatnya dari Anjing. (CENSORED)

Banggalah jadi Orang Indonesia

Mengalun shalawat nabi dengan iringan musik yang syahdu…lalu nge-Jazz, nge-beat, trus ndandhutan. Keren!

Dari dulu kita ini bangsa yang hebat dan besar. Mana ada orang yang kaya  dengan senyuman seperti orang Indonesia? Orang kere saja masih bisa senyum di Indonesia. Coba, mana ada orang bisa kelaparan di sini. Gampang, kalo gak punya uang tinggal cari utangan, warung kek, tetangga, serba gampang di Indonesia. Kalo enggak ya lewat aja di acara kenduri atau selametan, bolak-balik aja di depan rumah…nanti pasti dipanggil. Lumayan.

Negara carut marut, utange sak gunung, tetap aja  kowe bisa tuku 76, nggo ngudhud to?  Dari segi bahasa saja, kita ini sangat lebih kaya. Coba, mana ada bahasa selengkap bahasa Jawa. kalau bahasa inggris jatuh iotu Fall…kalau arab “???(saya lupa_penulis)” lha kalau bahasa Jawa, apa terjemah jatuh? Pasti ditahan dulu pertanyaannya. Jatuh yang bagaimana? kalau begini (peragaan) namanya njungkel, nek begini namanya keplengkang, nek gini, nggledhak, nek gini ngglundhung, nek begini kejlungup…lha sugih to?  Mulakno banggalah jadi wong Jowo sing urip ning Indonesia. Tepuk tangan lagi.

Kiai Kanjeng sudah jalan ke Belanda di 12 kota. Di sana ternyata orangnya KANGEN dengan negeri kita. Padahal kita nggak pernah kangen sama mereka. Tiap sudut kota ada gamelan, tembang jowo, tari srimpi, angkringan, kroncong, dan sebagainya. Wis tenanan, kita ini bangsa yang sangat dirindukan oleh orang-orang di dunia. Lihat saja, sekarang eropa terancam bangkrut, Amerika krisis utang, rakyat Indonesia….tetep bisa tersenyum.

Makanya banyak pihak yang ingin kita ini terpecah belah. Karena dengan demikian rakyat Indonesia jadi lemah. Kalau kita rukun, yakin, tidak ada yang berani dengan rakyat Indonesia. kalau pemerintahnya, gampang…kemarin saja Obama “memaksa” SBY untuk beli Boeing lewat Lion Air. Tetapi rakyatnya, ndak berani mereka. “Lha wong orang Indonesia ki akh sing nganggur kok malah diwenehi perkoro. Utang raiso mbayar, duit ora duwe, gawean ra ono, kok diajak golek perkoro…lhaa seneng Biyyanget nho. Sisan ki, mati Syahid!! Darwis, modar yo wis!” Sopo sing wani coba?

Rehat_ dangdut shalawat tentang Ibu dilantunkan oleh mas Imam (sang bujang dari Kiai Kanjeng. Jejaka lajang ini, kata cak Nun, sampai disenangi malaikat, karena suara emasnya melantunkan shalawat Nabi dari Timur Tengah, Afrika, Amerika sampai Klaten)

NU ~ Muhammadiyah, Kisah cinta yang Indah

Tak lengkap rasanya jika tidak gayeng-gayengan dengan dua ormas terbesar di Negeri ini. Guton-guyon mengena dari cak Nun tentang dua suadara, satu cinta, beda cara ini senantiasa asyik untuk ditunggu. “Maaf bagi teman2 Muhammadiyah, kita memang senang bersholawat. Ini hanya sebagai bukti tresno kami pada Rasulullah SAW. Sholawat itu usianya jauh lebih tua dari NU atau Muhammadiyah sendiri. Jadi tidak masalah, mau sholawatan atau tidak, sholawat tetap ada.

Hanya beda cara, tapi satu tujuan. Kita sama-sama cinta Rasulullah dan menyembah gusti Alloh. Muhammadiyah kalau mengamalkan ajaran Rasul, akan jadi orang-orang berilmu. Orang-orang berilmu jika berkumpul kan menjadi kumpulan ulama yang bangkit berjuang- berarti Nahdhatul ‘Ulama (kebangkitan para Ulama). Ya to? Sedangkan jika ulama-ulama berjuang, mereka memakai cara Rasulullah, berarti Muhammadiyah (Jalan ajaran Muhammad). Ya to?

Hahaha, masalah kecil-kecil bisa jadi guyonan juga. Tentang rokok misalnya. Fatwa Muhammadiyah itu bagi orang Muhammadiyah juga tergantung mahzabnya. Mahzab Syafi’iyah, pasti tidak merokok. Syafi’iyah maksudnya Syafi’i Ma’arif. Sedangkan mahzab Malikiyah, maksudnya pengikut Malik Fadjar (mantan menteri pendidikan_pen) pasti merokok. Belum lagi kalau kita bicara ketua umumnya. Din…Syamsu…din. Nggak, aku Djarum wae!

Nggak Semua yang Arab itu Islam

Ceritanya diawali ketika orang-orang KBRI tidak sengaja menyikut tubuh polisi Saudi. Staff itu hampir dipenjarakan karena “terjadi kontak fisik” dengan polisi. Intermezo, tidak semua kontak fisik itu konotasinya jelek. Ada kontak fisik yang nikmat lho. Yo ora? hahaha, Imam (vokalis_kiai Kanjeng) merasakan penderitaan ki. Lha durung pernah . Kontak fisik suami istri itu malah bagus, masak iya suaminya cuma SMS trus istrinya hamil. Ya nggak mungkin to, makanya harus “kontak fisik”  :) . Guyon cak Nun lagi lho…

Kembali ke jazirah Arab. Setelah dilobi dan minta maaf secara serius, akhirnya staff tadi dilepas. Cak Nun yang jengkel kemudian mengerjai “aturan undang-undang” ra mutu tadi. Dengan gaya sedhakep Gogon Srimulat  ia ikuti polisi itu sampai ke Posnya. Tanpa suara, tanpa kontak fisik  hanya meng-Gogon saja. Polisinya heran, dongkol, dan nahan marah. Tapi aturannya kan tidak kontak fisik. Gak cukup sampai di situ, cak Nun mengajak teman2 staff KBRI lainnya untuk “balas dendam”.

Di depan pos polisi, cak Nun ngomong dengan bahasa Jawa kepada 8 orang polisi Arab yang sedang duduk-duduk. Staff KBRI hanya berani menonton dengan jarak aman. Cak Nun nyiyir  bilang,” Pancen polisine  ki As* , Baj***an kabeh!! dan kawan-kawannya. ” Setelah itu para staff KBRI mencobanya juga….hahaha, berhyasil-lah balas dendam yang tak seimbang itu. Mereka merasa menang. Padahal juga lawannya tidak merasa kalah. Lha wong nggak tahu ngomomg apa ini orang-orang Indonesiyyin. Dibilang baj***an malah mrenges itu polisi arab.

Lagi, jangan terkecoh dengan bahasa  dan wajah arab. “Kalau kalian pergi ke Mesir, jangan salah, mereka ngomong bahasa arab semua…kalau nggak tahu artinya mirip dengan doa orang pengajian. Masih di Mesir, ada lantunan ” Allaaaahu rabbi ssamaaawaati wal ardh...” mirip qiro’ah. Tetapi itu panggilan ibadah umat Kristen Koptik di Mesir. Hyaaa…mod**r ra kowe (ini kata cak Nun lho :D ). Pas di Syiria atau Libanon (saya lupa negaranya_pen), Kiai Kanjeng duduk bareng dengan umat Kristen yang mengaji Injil dalam tulisan Arab. Iramanya indah, mirip qiro’ah…tapi yang dibaca atas nama Bapa, bunda Maria dan Roh Kudus (dalam bahasa arab yang fasih). “Nah kalo kowe yang denger, pasti udah siap-siap mau bilang Allooooh. E’e ternyata ada roh kudusnya. Hyoo…soyo mo***r ora kwe.”

Gayeng-gayengan berlanjut. Cuma jemari saya sudah cukup letih untuk memencet tuts komputer lagi. Terlebih besok saya harus mengisi Training organisasi untuk teman-teman HASKA FMIPA UNY. Jadi sekarang kembali pada materi lagi. Saya singkat sampai di sini dulu ya. Maaf jika kata yang saya tulis kurang berkenan, aseli hanya ada maksud baik di sini. Bismillah wal hamdulillah. Semoga Alloh mengampuni.

                                                                                  ***

Sebait do’a dipanjatkan menandakan acara hangat itu segera usai.

“Kita semua di sini berharap pada sayang dan petunjuk Alloh. Siapapun kamu, apapun kamu, kaya-miskinkah kamu, tidak masalah jika semua itu jadi sarana untuk semakin dekat dengan-Nya. Alloh sang maha cinta. Dan salam rindu kepada kanjeng Nabi Muhammad. Semoga syafaat nabi dapat melingkupi kita semua yang ada di sini, malam ini. Semoga Alloh mudahkan segala urusan kita, limpahi kita dengan rezeki, dan curahkan keberkahan dalam hidup.

Alunan penutupnya adalah lantunan “Urip ning donya mung sedhela//Arep ngopo?//” Apik banget. Gemetaran dadaku mendengarnya. A must listen song.

Oleh: Misterluthfi a.k.a Mister L, seorang sarjana Pendidikan Sains yang menyukai implementasi Islam dalam sains dan sastra
Sumber: http://misterluthfi.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar