Sudah menjadi kodrat alam,
sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam
suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Pada umumnya, pada suatu
masa tertentu bagi seorang pria maupun seorang wanita timbul kebutuhan untuk
hidup bersama dengan manusia lain, yang berlainan jenis kelaminnya. Hidup
bersama antara seorang pria dan wanita tersebut tidak selalu ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan biologis kedua manusia tersebut saja, tetapi pada umumnya
dapat dikatakan, menyalurkan kebutuhan biologis merupakan faktor pendorong yang
penting untuk hidup bersama tadi, baik dengan keinginan mendapat anak
keturunannya sendiri, maupun hanya untuk memenuhi hawa nafsu belaka.
Hidup bersama antara seorang
pria dan wanita tersebut mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat,
baik terhadap kedua belah pihak maupun terhadap keturunannya serta anggota
masyarakat lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur
tentang hidup bersama tersebut. Dengan demikian sejak dulu kala hubungan pria
dan wanita dalam perkawinan telah dikenal, walaupun dalam sistem yang beraneka
ragam, mulai dari yang bersifat sederhana sampai kepada masyarakat yang
berbudaya tinggi, baik yang pengaturannya melalui lembaga-lembaga masyarakat
adat maupun dengan peraturan perundangan yang dibentuk melalui lembaga
kenegaraan serta ketentuan-ketentuan yang digariskan agama.
Manusia adalah mahluk yang
lebih dimuliakan dan diutamakan oleh Allah dibandingkan dengan mahluk-mahluk
lainnya. Allah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan
aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya
seperti binatang, kawin dengan lawan jenis semaunya atau seperti
tumbuh-tumbuhan yang kawin dengan perantara angin. Allah telah memberikan batas
dengan peraturan-peraturannya. Perkawinan adalah sunatullah, hukum alam di
dunia. Perkawinan tidak hanya dilakukan oleh manusia, tetapi hewan bahkan juga
tumbuhan.
Di Indonesia perkawinan diatur
dengan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam Undang-Undang No.1 Tahun
1974, pasal 1 dirumuskan pengertian perkawinan yaitu ikatan lahir batin
diantara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha
Esa, sehingga perkawinan merupakan salah satu tujuan hidup manusia untuk
mencapai kebahagiaan lahir dan batin khususnya dalam rangka melanjutkan atau
meneruskan keturunan dan diharapkan pula dengan adanya perkawinan mampu
mewujudkan masyarakat yang sejahtera baik lahir maupun batin. Perkawinan bukan
saja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan biologis, melainkan suatu
ikhtiar lahir batin antara seorang pria dan wanita.
Di Indonesia perkawinan adalah
sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya
yang merupakan dasar dari sebuah perkawinan yang sah adalah sah menurut hukum
dan sah menurut agama. Namun kenyataannya dalam perkembangan masyarakat
sekarang ini ada yang menyalahgunakan perkawinan dengan melakukan kawin
kontrak. Istilah kawin kontrak menggambarkan suatu perkawinan yang dilakukan
berdasarkan kontrak yang berisi perjanjian untuk hidup bersama sebagai suami
istri dalam jangka waktu tertentu dengan adanya imbalan.
Pelaksanaan kawin kontrak
sangat bertentangan dengan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, walaupun
kawin kontrak tidak diatur secara khusus karena kawin kontrak merupakan
fenomena baru dalam masyarakat. Tujuan dari kawin kontrak adalah untuk
menyalurkan nafsu birahi tanpa adanya keinginan untuk hidup bersama dan
membentuk rumah tangga yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bahkan
terkadang juga tidak mengharapkan adanya keturunan, hal ini tentu saja
bertentangan dengan tujuan perkawinan. Kawin kontrak sangat bertentangan dengan
hukum agama Islam, Undang-Undang Perkawinan, dan dianggap buruk oleh masyarakat
secara umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar